Masa Kecil Yang
Menyenangkan
Sampai saat ini
masih terbayang masa kecilku yang menyenangkan.
Sebagaimana anak-anak yang lain, saya tumbuh sebagai anak yang periang.
Masih terbayang dimana suatu ketika saya dipanggul oleh seorang abang saya, berjalan
dari Haumoro, kampung kami, menuju Haubesi, kampung nenek saya. Sebuah perjalanan yang diiringi dengan
nyanyian-nyanyian gerejawi. Ternyata kemudian saya ketahui sebagai perjalanan
menghantar abang tiri saya yang saat itu ‘sakit’. Sebuah perjalanan yang menjadi
babak baru dalam keluarga besar kami, yang saya sebut ‘keluarga unik’. Rupanya abang tiri saya tersebut kemudian
dibawa ke Jakarta untuk dirawat di RS Jiwa Sumber Waras, Jakarta. Waktu itu dapat
saya perkirakan pada tahun 1981 dimana usia saya sekitar 4 tahun. Itulah
peristiwa terawal dari masa kecil saya yang dapat saya ingat.
Setelah itu
semakin banyak hal yang dapat saya rekam dan dapat diingat kembali hingga saat
ini. Oleh ibu, saya mulai diperkenalkan dengan orang-orang yang ada di sekitar
saya, yaitu berturut-turut dari yang paling sulung, David Dominggus Abineno (Bu[1]
Da’i), Marthareda Abineno (Susi[2]
Eda), Athanasius Abineno (Bu Ath), Yafet Yohanis Masneno (Kak Ved), Gustaf
Masneno (Kak Gus), Markus Masneno (Kak Ma’u, yang meninggal saat masih kecil),
saya sendiri, Fredik Masneno (Frid) dan Welhelmina Abineno (Welly).
Di rumah kami di
Haumoro, saya tinggal bersama Ibu, Bu Ath, Welly dan Hendrik (ponakan yang
hanya beda satu tahun dengan saya, putra Susi Eda), sedangkan Susi Eda sendiri
sudah tinggal sendiri karena sudah menikah. Kak Yafet dan kak Gustaf, jarang
bertemu kerena mereka tinggal di kampung yang berbeda. Kak Yafet di Tainbira,
sedangkan kak Gustaf di Haubesi.
Suatu ketika,
saya dibawa ke rumah nenek di Haubesi. Di sanalah saya lebih dekat dengan kak
Gustaf dan sepupu-sepupu saya yang sering datang ke rumah nenek. Memang kakek saya, Ba’i[3]
Saul Reinnamah dan Nenek Martha Reinnamah (nenek Nope) adalah orang yang cukup
terpandang di kampung Haubesi. Mereka adalah Kakek dan Nenek dari pihak ibu
saya. Ibu saya sendiri adalah anak Kedua dari lima bersaudara ( Om Melianus
Nopenanu, Orpa Abineno (Reinnamah), ibu saya, Om Kefas Reinnamah, Mama Taroci
Ismau (Reinnamah), dan Mama Lin Bidjae (Reinnamah) dan Om Markus Reinnamah).
Sejak saat itu, lebih
banyak waktu kami dihabiskan di rumah nenek. Kami sering bermain sambil
menunggu ibu, kakek & nenek atau kakak-kakak yang pergi ke ladang atau
sawah hingga sore hari. Kadang-kadang kami menunggu dengan penuh kekhawatiran
sambil menangis beramai-ramai di depan rumah (bagaikan koor) apabila senja datang
dan mereka belum tiba. Di lain waktu, jika sudah malam, datang ibu menjemput
saya pulang ke Haumoro. Hal itu
dilakukan berulang-ulang, namun lama-kelamaan saya lebih betah di rumah nenek
sehingga tidak mau ikut pulang.
Pengembaraan
masa kecil semakin jauh ketika saya dibawa oleh kak Gustaf ke Tainbira (± 1,5
KM arah Timur dari Haubesi), tempat tinggal kak Yafet, namun ternyata Kak Yafet
sendiri sudah pindah bersama Om Markus Reinnamah yang telah menjadi seorang
anggota POLRI, di Oekabiti. Di sana saya
mulai berkenalan dengan keluarga besar dari pihak ayah. Ternyata saudara saya
tidak hanya yang saya sebutkan di atas. Di Tainbira, ada lagi dua saudara tiri
dari pihak ayah yaitu Muhammad Nazir
Masneno (Kak Nazir) dan Nur Saadah
Masneno (Kak Nur) yang mana, sepeninggal ibunya, mereka diasuh oleh Bibi Siti,
yang lebih akrab saya penggil Mama Siti, Kakak perempuan almarhum ayah
saya. Sedangkan suaminya juga masih
semarga, yaitu Paman Kamal Masneno (Abba Kamal). Bukan cuma itu, di kemudian hari saya juga mengetahui kalau Ayah saya itu anak ke-11 dari 12 bersaudara, sehingga dapat dibayangkan seberapa besar keluarga saya.
Kedatangan saya
dengan Kak Gus disambut gembira oleh keluarga besar kami. Awalnya, ketika kami masuk ke rumah, tidak
ada seorangpun yang kami temui. Kami mengendap-endap masuk karena pintu dalam
keadaan terbuka. Tiba-tiba kami
dikagetkan oleh kedatangan dua orang anak seusia kami. Karena belum kenal, kami menyelinap masuk ke
dalam sebuah kamar yang ternyata adalah gudang.
Kedua anak
itupun datang menemui kami dan pertemuan itu tak terelakkan lagi. Kamipun
berkenalan. Yang satu perempuan, bernama Robi’a Masneno (Bi’a) dan yang lain
Abdul Malik Masneno (Malik). Mereka ini
anak Pa’de Yaqub Masneno, abang ayah saya. Beliau sudah almarhum sedangkan
istrinya bernama Mama Syamsiah Masneno. Ternyata kedua sepupu kami itu tidak
sendirian. Mereka terdiri atas Abdul
Hadi, Fatimah, Mahmud, Gamaria, Ambarak, Rugaya, Abdul Syukur, Robi’a dan
Malik.
Setelah
berkenalan, kamipun bercanda ria layaknya anak-anak pada waktu itu. Malam tiba dan kami menginap di rumah Aba
Kamal. Ternyata saya merasa asing dan
ingin pulang. Tetapi kemudian dapat dibujuk dan dihibur oleh abang saya. Dan
inilah suatu babak baru dalam hidup saya yang semakin jauh dari rumah. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar