Senin, 23 April 2012


Masa Kecil Yang Menyenangkan


Masa Kecil Yang Menyenangkan

Sampai saat ini masih terbayang masa kecilku yang menyenangkan.  Sebagaimana anak-anak yang lain, saya tumbuh sebagai anak yang periang. Masih terbayang dimana suatu ketika saya dipanggul oleh seorang abang saya, berjalan dari Haumoro, kampung kami, menuju Haubesi, kampung nenek saya.  Sebuah perjalanan yang diiringi dengan nyanyian-nyanyian gerejawi. Ternyata kemudian saya ketahui sebagai perjalanan menghantar abang tiri saya yang saat itu ‘sakit’. Sebuah perjalanan yang menjadi babak baru dalam keluarga besar kami, yang saya sebut ‘keluarga unik’.  Rupanya abang tiri saya tersebut kemudian dibawa ke Jakarta untuk dirawat di RS Jiwa Sumber Waras, Jakarta. Waktu itu dapat saya perkirakan pada tahun 1981 dimana usia saya sekitar 4 tahun. Itulah peristiwa terawal dari masa kecil saya yang dapat saya ingat.
Setelah itu semakin banyak hal yang dapat saya rekam dan dapat diingat kembali hingga saat ini. Oleh ibu, saya mulai diperkenalkan dengan orang-orang yang ada di sekitar saya, yaitu berturut-turut dari yang paling sulung, David Dominggus Abineno (Bu[1] Da’i), Marthareda Abineno (Susi[2] Eda), Athanasius Abineno (Bu Ath), Yafet Yohanis Masneno (Kak Ved), Gustaf Masneno (Kak Gus), Markus Masneno (Kak Ma’u, yang meninggal saat masih kecil), saya sendiri, Fredik Masneno (Frid) dan Welhelmina Abineno (Welly). 
Di rumah kami di Haumoro, saya tinggal bersama Ibu, Bu Ath, Welly dan Hendrik (ponakan yang hanya beda satu tahun dengan saya, putra Susi Eda), sedangkan Susi Eda sendiri sudah tinggal sendiri karena sudah menikah. Kak Yafet dan kak Gustaf, jarang bertemu kerena mereka tinggal di kampung yang berbeda. Kak Yafet di Tainbira, sedangkan kak Gustaf di Haubesi. 
Suatu ketika, saya dibawa ke rumah nenek di Haubesi. Di sanalah saya lebih dekat dengan kak Gustaf dan sepupu-sepupu saya yang sering datang ke rumah nenek.  Memang kakek saya, Ba’i[3] Saul Reinnamah dan Nenek Martha Reinnamah (nenek Nope) adalah orang yang cukup terpandang di kampung Haubesi. Mereka adalah Kakek dan Nenek dari pihak ibu saya. Ibu saya sendiri adalah anak Kedua dari lima bersaudara ( Om Melianus Nopenanu, Orpa Abineno (Reinnamah), ibu saya, Om Kefas Reinnamah, Mama Taroci Ismau (Reinnamah), dan Mama Lin Bidjae (Reinnamah) dan Om Markus Reinnamah).
Sejak saat itu, lebih banyak waktu kami dihabiskan di rumah nenek. Kami sering bermain sambil menunggu ibu, kakek & nenek atau kakak-kakak yang pergi ke ladang atau sawah hingga sore hari. Kadang-kadang kami menunggu dengan penuh kekhawatiran sambil menangis beramai-ramai di depan rumah (bagaikan koor) apabila senja datang dan mereka belum tiba. Di lain waktu, jika sudah malam, datang ibu menjemput saya pulang ke Haumoro.  Hal itu dilakukan berulang-ulang, namun lama-kelamaan saya lebih betah di rumah nenek sehingga tidak mau ikut pulang. 
Pengembaraan masa kecil semakin jauh ketika saya dibawa oleh kak Gustaf ke Tainbira (± 1,5 KM arah Timur dari Haubesi), tempat tinggal kak Yafet, namun ternyata Kak Yafet sendiri sudah pindah bersama Om Markus Reinnamah yang telah menjadi seorang anggota POLRI, di Oekabiti.  Di sana saya mulai berkenalan dengan keluarga besar dari pihak ayah. Ternyata saudara saya tidak hanya yang saya sebutkan di atas. Di Tainbira, ada lagi dua saudara tiri dari pihak ayah yaitu  Muhammad Nazir Masneno (Kak Nazir) dan  Nur Saadah Masneno (Kak Nur) yang mana, sepeninggal ibunya, mereka diasuh oleh Bibi Siti, yang lebih akrab saya penggil Mama Siti, Kakak perempuan almarhum ayah saya.  Sedangkan suaminya juga masih semarga, yaitu Paman Kamal Masneno (Abba Kamal). Bukan cuma itu, di kemudian hari saya juga mengetahui kalau Ayah saya itu anak ke-11 dari 12 bersaudara, sehingga dapat dibayangkan seberapa besar keluarga saya.
Kedatangan saya dengan Kak Gus disambut gembira oleh keluarga besar kami.  Awalnya, ketika kami masuk ke rumah, tidak ada seorangpun yang kami temui. Kami mengendap-endap masuk karena pintu dalam keadaan terbuka.  Tiba-tiba kami dikagetkan oleh kedatangan dua orang anak seusia kami.  Karena belum kenal, kami menyelinap masuk ke dalam sebuah kamar yang ternyata adalah gudang.
Kedua anak itupun datang menemui kami dan pertemuan itu tak terelakkan lagi. Kamipun berkenalan. Yang satu perempuan, bernama Robi’a Masneno (Bi’a) dan yang lain Abdul Malik Masneno (Malik).  Mereka ini anak Pa’de Yaqub Masneno, abang ayah saya. Beliau sudah almarhum sedangkan istrinya bernama Mama Syamsiah Masneno. Ternyata kedua sepupu kami itu tidak sendirian. Mereka terdiri atas  Abdul Hadi, Fatimah, Mahmud, Gamaria, Ambarak, Rugaya, Abdul Syukur, Robi’a dan Malik.
Setelah berkenalan, kamipun bercanda ria layaknya anak-anak pada waktu itu.  Malam tiba dan kami menginap di rumah Aba Kamal.  Ternyata saya merasa asing dan ingin pulang. Tetapi kemudian dapat dibujuk dan dihibur oleh abang saya. Dan inilah suatu babak baru dalam hidup saya yang semakin jauh dari rumah.  (Bersambung)
  


[1]Bu = panggilan untuk abang atau  kakak laki-laki
[2]Susi = panggilang untuk kakak perempuan
[3]Sebutan untuk Kakek dalam bahasa Dawan

SELAMAT DATANG !

Salam sejahtera dan selamat datang bagi para pembaca yang kebetulan mampir di laman blog ini.

walaupun bersifat pribadi, saya berharap setiap orang yang masuk ke blog ini mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.

selamat bergabung !

hormat saya

Fredik Masneno